SAMARINDA - Ketika kota Samarinda kian berkembang maju, banyak orang menoleh ke belakang untuk mengingat jejak masa lalu, sejarah dan nostalgia, terutama bagi generasi tua yang akan dapat menbertikan peninggalan yang baik untuk generadi muda dan penerus bangsa.
Maka atas desakan seniman dan budayawan serta tokoh masyarakat dibangunlah Museum Samarinda sekitar tahun 2019 yang terletak di sudut kiri Jl Bhayangkara eks SMP dan SMA 1 atau Bundaran Taman Samarendah.
Sayangnya koleksi yang ada di dalam museum itu sangat terbatas dan tidak ada yang terlalu khas atau istimewa untuk dilihat karena kebanyakan hanya dalam bentuk benda perkakas dan foto-foto dokumentasi.
Meskipun demikian Panitia MTQN XXX mengagendakan kunjungan city tour ke museum itu untuk kafilah provinsi se-Indonesia.
Pada tanggal 15 September sebelum malam penutupan MTQ tercatat ada sekitar 80 orang mengunjungi museum, sedangkan susur Sungai Mahakam hari itu lebih dari 900 orang. Tercatat antara lain datang ke museum adalah kafilah dari Kalimantan Selatan.
"Dari museum ini saya dapat mengetahui jika antara Kalsel dan Kaltim, khususnya Samarinda ada kedekatan emosional dan banyak Urang Banjar berdiam di sini. Hal ini penting diketahui untuk menambah wawasan pada anak-anak kita generasi saat ini," kata Hidayaturrahman, Ofisial Kafilah Kalsel.
Selain Museum Samarinda, Desa Budaya Pampang tak kalah menarik dikunjungi seperti yang dilakukan oleh kafilaah asal Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat.
Desa ini adalah tempat pemukiman Suku Dayak di Samarinda. Desa di utara arah Bandara APT Pramoto ini ternyata cukup diminati kafilah untuk mengetahui tentang kehidupan dan adat istiadat warga setempat.
Para pengunjung bersama berbincang, bermain menari dan bernyanyi dalam suasana gembira dan penuh keakraban
"Saya senang di sini bisa belajar menyumpit dan ikut menari masal," kata seorang ibu dari Kafilah Sulut.*
(Hadri/Humas LPTQ Kaltim).
FOTO-FOTO DOKUMENTASI